UJIAN NASIONAL
Ujian Nasional biasa disingkat UN / UNAS adalah sistem evaluasi standar pendidikan dasar dan menengah secara
nasional dan persamaan mutu tingkat pendidikan antar daerah yang dilakukan oleh Pusat Penilaian Pendidikan,
Depdiknas di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 menyatakan bahwa
dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional dilakukan evaluasi sebagai bentuk akuntabilitas
penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Lebih lanjut dinyatakan bahwa evaluasi dilakukan
oleh lembaga yang mandiri secara berkala , menyeluruh, transparan , dan sistematik untuk menilai pencapaian standar
nasional pendidikan dan proses pemantauan evaluasi tersebut harus dilakukan secara berkesinambungan.
Proses pemantauan evaluasi tersebut dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan pada akhirnya akan
dapat membenahi mutu pendidikan. Pembenahan mutu pendidikan dimulai dengan penentuan standar.
Penentuan standar yang terus meningkat diharapkan akan mendorong peningkatan mutu pendidikan, yang dimaksud
dengan penentuan standar pendidikan adalah penentuan nilai batas ( cut off score ). Seseorang dikatakan sudah lulus/
kompeten bila telah melewati nilai batas tersebut berupa nilai batas antara peserta didik yang sudah menguasai
kompetensi tertentu dengan peserta didik yang belum menguasai kompetensi tertentu. Bila itu terjadi pada ujian
nasional atau sekolah maka nilai batas berfungsi untuk memisahkan antara peserta didik yang lulus dan tidak lulus
disebut batas kelulusan, kegiatan penentuan batas kelulusan disebut standard setting .
Manfaat pengaturan standar ujian akhir:
Adanya batas kelulusan setiap mata pelajaran sesuai dengan tuntutan kompetensi minimum.
Adanya standar yang sama untuk setiap mata pelajaran sebagai standar minimum pencapaian kompetensi.
Kontroversi
Penentuan kelulusan ujian nasional 2011
Badan Standardisasi Nasional Pendidikan (BSNP) bersama Kementerian Pendidikan Nasional dan Komisi X DPR
memutuskan, tahun 2011 tetap ada Ujian Nasional (UN). Pelaksanaannya direncanakan pada April dan Mei 2011,
mundur sebulan dibanding tahun 2010 yang dilaksanakan Maret - April. Sedang standar nilai UN pada tahun ini
direncanakan masih sama dengan tahun lalu, yakni 5,50 untuk SMP/SMA. Meski hingga tulisan ini dipublikasikan belum
ada kepastian melalui peraturan menteri (permen) perihal Ujian Nasional, namun beberapa informasi seputar UN 2011
mulai beredar. Informasi itu misalnya terkait dengan formula kelulusan dan seputar jadwal UN yang oleh pemerintah
ditujukan sebagai sosialisasi kepada khalayak. Untuk formula kriteria kelulusan tahun ini, pemerintah menggunakan
formula baru. Kelulusan siswa dari sekolah dengan melihat nilai gabungan rencananya dipatok minimal 5,50. Nilai
gabungan merupakan perpaduan nilai UN dan nilai sekolah untuk setiap mata pelajaran UN.
“ ”
Nilai sekolah dihitung dari nilai rata-rata ujian sekolah dan nilai rapor semester 1-5 untuk tiap mata pelajaran UN.
Dengan formula baru ini, rencananya akan dipatok nilai tiap mata pelajaran minimal 4,00. Integrasi nilai UN dan nilai
sekolah ini diharapkan jadi pendorong untuk menganggap penting semua proses belajar sejak kelas 1 hingga kelas 3.
Sedangkan kriteria kelulusan ujian sekolah diserahkan kepada sekolah. Nilai sekolah merupakan nilai rata-rata dari
ujian sekolah dan nilai rapor semester 1-5 setiap mata pelajaran yang tidak diujikan dalam UN. Sementara itu, jadwal
UN semula dalam tulisan penulis posting akan dilaksanakan bulan Mei 2011 berubah menjadi bulan April 2011. Ujian
nasional (UN) utama untuk SMA/SMK digelar pada minggu ketiga April 2011, sedangkan untuk SMP pada minggu
keempat April 2011. Adapun UN susulan bagi mereka yang belum mengikuti UN utama dilaksanakan satu minggu
kemudian. Selain itu, untuk UN 2011 ujian ulangan bagi siswa yang tidak lulus ditiadakan. Oleh karena itu, bagi siswa
yang dinyatakan tidak lulus harus mengikuti ujian kembali pada tahun berikutnya.
Kontroversi UN SMA/SMK/MA 2014
Pada UN tahun 2014 muncul soal Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris tentang Jokowi [1] . Hal ini dipadang KPAI
sebagai politik praktis [2] .