Suku Pattae

Suku Pattae adalah salah satu suku yang terdapat di Sulawesi Barat, mereka tersebar di kabupaten Polewali Mandar, di beberapa kecamatan, misalnya di kecamatan Binuang dan Anreapi. Persebaran orang-orang Pattae juga ditemukan di bagian Matangnga. Untuk mengenali suku ini, maka masyarakat suku Pattae menggunakan bahasa Pattae sebagai bahasa pengantar mereka sehari-hari, bahasa yang cukup berbeda dengan bahasa lainnya di wilayah Mandar, Sulawesi Barat.
Untuk mengenal budaya, tradisi dan kebiasaan orang-orang di suku ini, maka daerah yang kental dengan Pattae adalah desa Batetangnga yang terletak di kecamatan Binuang Kabupaten Polman, desa sejuk yang dapat diakses dari jalur jalan utama poros Binuang-Paku. Desa ini berjarak sekitar 7 km dari pusat kota kab. Polman, dengan potensi perkebunan dan pertanian yang cukup luas. Dusun Kanang, Desa Batetangnga dikenali sebagai pusat penghasil buah durian, langsat, dan rambutan. Buah-buah dari dusun ini mudah dijumpai dijual di jalur jalan trans Sulawesi Barat, sering dijadikan sebagai tempat persinggahan bagi mereka yang ingin menikmati buah-buahan dan membeli buah tangan untuk keluarga.
Suku Pattae dekat dengan budaya dan tradisi Islam, mereka merupakan penganut ajaran agama Islam yang taat, hal ini tercermin dari kegiatan-kegiatan dan kebiasaan yang dilakukan kental dengan agama Islam. Jika melakukan perekaman jejak sejarah masa lalu maka orang-orang suku Pattae adalah mereka yang membentuk dan masuk kedalam wilayah pemerintahan kerajaan Binuang, salah satu kerajaan lokal yang masuik dalam kelompok perserikatan PBB “Pitu Baqbana Binanga” kelompok tujuh kerajaan yang ada di pesisir. Kalau kemudian tradisi Islam kental di kecamatan Binuang, hal ini dapat dikatakan wajar, karena menurut sejarah masuknya Islam di wilayah Mandar, Sulawesi Barat, maka daerah ini menjadi tempat bermukim penganjur agama Islam pertama di Mandar yaitu Syekh Abdul Rahim Kamaluddin, yang diberi gelar “Tuanta Di Binuang”
Beberapa pendapat menjelaskan orang-orang suku Pattae dekat dengan budaya Toraja, bahasa tutur yang digunakan juga mirip dengan bahasa Toraja, namun pendapat lain menyebutkan mereka termasuk kedalam sub suku Mandar Pattae. Beberapa warga lokal Pattae enggan dikatakan bahwa kebudayaan mereka dekat dengan Toraja, karena jika dilihat dari pakaian adat daerah Pattae maka sangat berbeda dengan pakaian yang dimiliki oleh Toraja ataupun Mamasa.  Orang-orang di Pattae Anreapi dan Pattae Dara lebih menganggap mereka adalah bagian besar dari keluarga Mandar.
Sama seperti dengan kondisi budaya dan tradisi daerah yang mulai hilang tergerus zaman maka Pattae juga mengalami hal yang sama, kebiasaan-kebiasaan dan tradisi lokal daerah kini jarang dijumpai dan dilaksanakan.
Lalu, apa aspek budaya dan wisata yang menarik dari suku Pattae, berikut ini adalah beberapa diantaranya :

1. Tari To Eran Batu,

adalah tarian khas suku Pattae yang merupakan ilustrasi penggambaran mengenai persiapan jelang pengiriman pasukan yang dipimpin oleh panglima ke medan perang, dan sebagai bentuk dukungan kepada panglima yang akan memimpin perang. Dalam tarian ini juga tegambar doa dan pengharapan atas pasukan yang selalu dilindungi oleh Tuhan yang Maha Kuasa, hingga dapat memenangkan perang.
tarian-to-eran-batu-suku-pattae-polman-sulbar
Tarian To Eran Batu suku Pattae (Foto : Gunawan Apriatno)

2. Lompat Batu Pattae,

adalah lompat batu yang kini sangat jarang dipertunjukkan, jika menilik budaya ini maka kita akan mengingat budaya lain yang sama di Indonesia, yaitu lompat batu pulau Nias di Sumatera.

3. Bela Diri Khas Pattae,

bela diri ini disebut “manca” beela diri yang berkembang secara turun temurun di suku Pattae, dari penyebutannya mirip dengan yang dimiliki oleh budaya suku Mandar yaitu “pamaccaq”.
Dari beragam budaya Sulawesi Barat, suku Pattae menyusunnya dengan ciri khas tersendiri, cerita tentang suku yang dahulu pernah hidup di masa kerajaan Binuang dan berkembang hingga saat ini.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar